.............

Oct 31, 2010

.............


"Berlarilah kau ke hutan. Kelak kau akan bertemu macan cilik dengan mulut siap terkam."

"Aku tak takut dengan macan cilik. Aku takut dengan cengkraman serigala yang menipu dengan buah apel, mulutnya begitu manis."

Mungkin apel itu haram.. Seperti buah khuldi yang dimakan Nabi Adam. Sekali gigit, dosa dan kutukan itu langsung datang. Berkulit delima berbukit zaitun, lembut dan halus. Namun ada biji tajam selicik ulat yang menggigit diantara sisipan. Mungkin itu yang dinamakan Balada Apel.
Dengan satu gigitan, saripati apel langsung menjalar. Titik demi titik tubuh dilalui.Dan.. BRAAKKK! Pingsang. Tertidur, terlelap.

Pulas sampai tak ada batas antara perih dan rasa. Tangkainya rantai tak berputus melingkari siapa yang meragu. Mata terpejam, bibir tersenyum. Seperti wajah tertawa, hati terkulai. Hidung tajam pun mengeluarkan hembusan-hembusan angin dingin tubuh.


"Kapan aku bisa bangun lagi?"

"Disamping pangeran penuh haus, nanti kubangunkan kau dengan nafas beratku, kusambung melalui mulut mungilmu."

"Kau menciumku! Ciuman itu bagai tinja bertabur melati. Biar tak sedap dicium, namun terasa wangi karena indahnya mahligai percintaan."

"Rakus! Kurasa kau tak mau berbagi dengan nanti malam. Biar habis seketika, aku juga tak berpayah melahap sampai nafsu."

"Air liurmu sudah bercampur dengan saripati tubuhku. Untuk apa lagi nafsu?"
Nafsu yang liar ini hanya hakekat manusia bertanduk. Mencintai dengan halus dan lembut seperti sinom yang tumbuh di keningmu. Kesetiaan tiada tara.

"Aku mencintai batu safir, setia kusimpan di ujung kamar.."

"Aku mendapati sebuah tulisan rumi, tentang ular sawah yang menggigit tuannya, padahal telah setia disayang."

Kesetiaan sebagai bentuk cinta. Ciuman sebagai bentuk nafsu. Semuanya tidak menjamin apapun, sayang. Bagai buah apel beracun, masuk ke dalam tubuh, meracuni sari-sari tubuh. Sampai pingsan. Terlelap dalam kebahagiaan sesaat. Tunggu waktu hancur.