Semiotika Birahi

Mar 23, 2011

Semiotika Birahi


Aku adalah manusia bernafsu. Birahi jalangku keluar saat hawa panas menimpaku. Jiwaku penuh api birahi. Otakku memanas. Nafasku terengah hebat. Desahku merah. Tatapanku hitam jernih.

Ya.. Rasanya, siapapun ingin ku terkam kuat-kuat. Aku ingin menyetubuhi kamu, dia, dan mereka. Kalian, yang kirimkan aku sekumpulan ulat bulu untuk mengikis tubuhku. Kalian, yang menghadirkan laba-laba berpunggung merah untuk melumpuhkanku. Kalian, yang memanggil polisi untuk memenjarakanku.

Puasku jika sperma dan ovum itu berteriak muntah, menjadi sampah. Busuk, dibuang, jadi lemah.

Sudah tak ada lagi kekuatan, bukan? Haha! Lihatlah, belatung-belatung keluar dari dalam tanah. Menjulurkan lidahnya sambil menatap panas. Tergodakah kalian? Sepertinya belatung-belatung itu tergoda. Kalian siap dikebiri? Kurasa gerombolan belatung itu siap mengebiri.

Lalu, kapan aku orgasme? Aku akan sampai di puncak orgasme, ketika sampah-sampah itu menjadi tulang belulang yang rapuh. Yang tak mungkin bisa kuukir kembali. Tapi tenanglah, kawan! Tulang-tulangmu akan kusimpan di gudang rahasiaku. Akan kuukir nama-namamu. Menjadi saksi birahiku yang terpuaskan. Terimakasih atas pengorbananmu, kawan! Merelakan tubuh dan nyawamu, untuk "birahi"ku.

Selamat mati.