Review : Agama Skizofrenia (Ahmad Fauzi)

Sep 10, 2011

Review : Agama Skizofrenia (Ahmad Fauzi)






















Agama. Adalah sebuah wacana yang tidak akan pernah ada habisnya untuk dibahas. Apakah esensi sebuah agama? Aturan? Ritual-ritual peribadatan? Atau sebagai kritik perlawanan seperti yang dibahas dalam buku Agama Skizofrenia karya Ahmad Fauzi ini? Dengan melawan, maka agama itu eksis. Begitu kira-kira yang dikatakan oleh penulis.

Di tengah zaman yang saya sebut semakin 'keblinger' ini sudah jelas terlihat banyak kegaduhan di mana-mana. "Manusia telah kehilangan keutamaan moral!", teriaknya. "Anggapan masyrakat" mempengaruhi manusia modern untuk mencukupi kehidupannya dengan berbagai produk kekuatan materi. Hal tersebut jelas-jelas tidak mampu menjadikan manusia sebagai manusia yang otentik dan otonom. Tuhan yang disembah oleh manusia modern di tempat-tempat ibadah hanyalah topeng yang menyembunyikan tuhan yang sebenarnya yaitu kekuatan materi, kekuasaan, dan kesenangan.Berhala-berhala baru semakin bermunculan. "Mereka menyembah berhala!", teriaknya lagi.

Sementara itu, agama-agama historis yang berkuasa saat ini dinilainya gagal dalam menjalankan misi keagamaan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah agama baru. Di mana sebuah agama bisa menjadi kritik perlawanan bagi masyarakatnya yang dinilai telah kehilangan keutamaan moral. Agama harus muncul sebagai perlawanan terhadap produk hukum dan norma sosial yang menekan kesadaran manusia.Gerakan agama baru perlu memformulasikan ajaran-ajarannya dalam kenyataan sosial yang selalu berubah tanpa harus menjadi formula yang dogmatis.

Kalau memang agama tidak mampu merealisasikan tujuannya di dunia, lalu bagaimana kita bisa menguji kebenaran ajaran agama tersebut?

Berbicara masalah agama tentulah merupakan suatu hal yang kompleks. Disebut-sebut dalam buku ini, inti dari asal usul suatu agama adalah kondisi psikis yang berada di alam bawah sadar. Mulai dari agama primitif seperti animisme, sampai agama historis yang saat ini berkuasa di dunia, semua prosesnya didapatkan melalui kondisi dalam kontrol alam bawah sadar. Lalu, bagaimana bisa seorang Nabi mendapatkan wahyu dalam keadaan psikis yang bisa dikatakan abnormal?

Gejala kenabian memang tidak akan pernah ada habisnya untuk dibahas. Gejala kenabian yang tersebar ceritanya sementara ini tampak memberikan teka-teki sendiri. Persepsi umum yang sementara ini di dapat adalah bahwa Tuhan mengirimkan wahyu pada Nabi dengan cara menurunkan Malaikat ke bumi. Apakah itu artinya Malaikat bisa dilihat secara kasat mata? Dan Malaikat berkomunikasi langsung dengan Nabi lewat bahasa verbal? Benar atau tidaknya, saya rasa tergantung pribadi masing-masing menanggapinya.

Agama Skizofrenia karya Ahmad Fauzi dengan begitu lugasnya mengupas tentang gejala kenabian. Dikatakan bahwa Ahmad Fauzi adalah seseorang yang pernah mengidap penyakit Skizofrenia. Semakin saya ingin tahu, apa hubungannya penyakit yang pernah diidapnya dengan agama skizofrenia yang menjadi bahasannya dalam buku ini.

Bagaimana jika seseorang berkata, "Nabi Muhammad mendapatkan wahyu dalam keadaan skizofrenik"? Apakah anda berpikir bahwa Nabi adalah seseorang yang gila?

Jawabannya, tentulah tidak. Beberapa hadits mengatakan bahwa ketika Nabi agama-agama besar di dunia (Islam, Kristen, dan Yahudi) mendapatkan wahyu, mereka berada dalam keadaan skizofrenik. Beberapa ilmuwan dan pakar psikologi pun berhasil membuktikannya. Namun, skizofrenik di sini bukanlah skizofrenik seperti yang beredar saat ini. Tentulah sebuah wahyu tidak akan bisa turun pada sembarangan orang. Katakanlah, hanya orang-orang 'spesial' saja yang bisa mendapatkan wahyu.

Proses pewahyuan yang dialami oleh Nabi Muhammad terjadi melalui mekanisme psikologi skizofrenia. Skizofrenia menjadi medium bagi munculnya wahyu yang bersifat misterius, tersembunyi, cepat, dan rahasia. Pewahyuan semacam ini menciptakan bentuk komunikasi berupa hubungan antara pribadi skizofrenik Nabi dengan suara-suara halus yang membisiki dan menguasai psikisnya. Hal ini mengakibatkan Nabi tidak memiliki kesadaran saat munculnya suara-suara pewahyuan tersebut. Yang berarti, kondisi Nabi ketika sedang mengalami proses pewahyuan adalah sebuah kondisi psikis yang dikuasai oleh alam bawah sadar.

Mengutip salah satu tulisan dari kolom Jaringan Islam Liberal :
"Pertanyaan sederhana dan mengganggu: apakah benar bahasa Tuhan adalah bahasa Arab? Apakah Tuhan punya bahasa? Apakah mamang ada “sacred language” (in the true sense of the word)? Isn’t it that any language belong in the last analysis to human being?"
Lalu, bagaimana sampai terbentuknya Al-Qur'an?

Melalui daya imajinasi, Nabi membungkus suara-suara pewahyuan yang bersifat non-verbal tadi menjadi ayat-ayat Al-Qur'an yang jelas ke dalam bahasa Arab. Sedangkan, yang mengkonstruk dan memberi bentuk formal pada ayat-ayat Al-Qur'an tetaplah pikiran alam bawah sadar atau kwasi-mimpi.

Dan kalau memang wahyu kenabian dihasilkan oleh mekanisme skizofrenia tentu ayat-ayat Al-Qur'an merupakan manifestasi dan mengandung unsur-unsur yang bersifat skizofrenik.

----------

ATHEIS
(Ahmad fauzi)

Aku tidak memuja wanita
Aku tidak lagi bergantung pada uang
Aku juga tidak tergila-gila dengan kekuasaan

Mereka bilang aku gila
Karena aku tidak lagi menyembah Tuhan
yang dipuja masyarakatku
Karena, aku tidak lagi beribadah
di tempat-tempat mereka menyembah

Hidupku adalah perlawanan
Langkahku adalah menjemput kematian
Kini masyarakatku telah kehilangan keutamaan
Pada wanita, uang, dan kekuasaan
hati mereka tertawan

Dalam kegilaan, aku selalu menyebut nama-Mu
Dalam kemurtadan, aku sering memuja-Mu
Dalam kekafiran, aku justru menemukan-Mu

Wahai zat yang selalu tersembunyi
Tampakkanlah wujud-Mu
Wahai nama yang misterius
Tunjukkanlah kuasa-Mu

Dalam kesepian, aku merasakan sentuhan-Mu
Maka, keluarlah aku menuju keramaian
Menyambut kecupan sang malaikat maut
Jalani takdir yang mungkin bisa membunuhku

Oleh karena itu mereka sering memanggilku dengan sebutan "atheis"