ATHEIS (Achdiat K Mihardja)

Sep 15, 2011

ATHEIS (Achdiat K Mihardja)





Adalah Hasan, seorang pemuda dengan didikan kental agama Islam dihadapkan oleh dilema dalam masalah pencarian jati diri. Atau mungkin bisa lebih tepat, kabur dari jati diri yang sebenarnya? Menjadi seorang Theis sudah dilakukannya sejak kecil. Didikan orang tua membuat Hasan menjadi pribadi yang sangat taat dalam beragama. Ajaran-ajaran kolot dari orang tua diilhaminya dalam-dalam, seperti tidak ada acara menonton bioskop.

Namun, dalam perjalanannya, Hasan ditemukan kepada seorang kawan lama yang membawanya kepada sebuah kehidupan yang benar-benar baru baginya. Bahkan mungkin, tak pernah dijamahnya sama sekali. Politik dan ideologi menjadi hal-hal yang ia dapatkan dalam sehari-harinya. Tak lupa juga, perihal ke-Tuhan-an.

Lingkungan barunya semakin mempengaruhi pribadinya. Semakin goyahlah Hasan dalam perihal ke-Tuhan-an. Ada yang berkata, "Tuhan itu adalah buatan manusia sendiri, yang berasal dari daya khayal manusia.". Ada pun yang berkata, "Akulah Tuhanku sendiri!". Kalimat-kalimat yang sering didengarnya itu semakin membuat Hasan terpelanting jauh keluar dari kehidupan lamanya. Ditinggalkannya Shalat lima waktu. Ditinggalkannya tasbih yang biasanya selalu ia bawa. Ditinggalkannya pun Sang Maha Pencipta.

Menjadi Theis dan Atheis adalah pilihan. Pada dasarnya setiap manusia pun bebas menentukan pilihannya, termasuk pilihan untuk beragama atau tidak beragama, berTuhan atau pun tak berTuhan. Namun, bagi saya pribadi, hancurlah ia yang memilih salah satu pilihan hanya dikarenakan pengaruh doktrin-doktrin lingkungan sekitar. Seperti Hasan, yang tinggal di lingkungan kaum Atheis, yang pada akhirnya pun membawanya ke dalam ajaran Atheis, tanpa memaknai Atheis yang sebenar-benarnya.

Perihal eksistensi Tuhan memanglah hal yang tak akan pernah hilang. Pertanyaan-pertanyaan akan Tuhan semakin bermunculan. Namun, saya yakin, seorang Atheis adalah seorang yang istimewa. Namun, perlu digarisbawahi nampaknya, Atheis yang sebenar-benarnya Atheis. Bukan Atheis yang hanya berkata, "Tuhan tidak ada!", tanpa alasan yang logis.

Hasan terombang-ambing dalam dua paham yang bertolak belakang. Menjadi seorang Theis, lalu terpengaruh oleh lingkungan dan membuatnya menjadi seorang Atheis. Namun, pada akhirnya pun, kembalilah ia menjadi seorang Theis sejati, walaupun hanya dalam beberapa saat. Seperti cerita dalam novel ini, saya memiliki sebuah kepercayaan, bahwa Atheis adalah sebuah proses. Tak ada salahnya seseorang mengaku Atheis. Seperti orang yang berkata, perbedaan antara benci dan cinta sangatlah tipis. Begitupun, perbedaan Theis dan Atheis juga sangat tipis. Menjadi Atheis adalah proses, proses menuju tingkat keimanan yang lebih baik.