59 Detik Untuk Rasa Yang Dikosongkan

Sep 11, 2014

59 Detik Untuk Rasa Yang Dikosongkan


From : www.flickr.com




Berlari ia kemana
Dibelainya selembar kain usang dan bolong,
tanpa ada satu pun bagian tubuhnya yang bergetar

Bernafas ia sampai ujung
Ditiupnya tumpukan kapas putih hingga bercerai berai,
tanpa sedikitpun siulan manis keluar dari mulutnya

Berjaga ia menuju akhir
Ditamparnya hembusan-hembusan nafas kecintaan,
tanpa dilihatnya ruas-ruas jari ternyata sudah berkerut


Suaranya parau
Seperti suara angin yang meniup pohon tanpa daun
Pandangannya buram
Buat dirinya terbang dengan frekuensi radikal bebas
Gerak tubuhnya kaku
Layaknya pohon yang berdiri pongah dengan daun yang perlahan meninggalkannya


Ia bumbu asmara yang,
Mengusir rasa yang terus merana
Menginjak rasa yang terus mencoba mencinta
Menangkap apa yang dirasakan Durga
untuk berlaku keparat padahal kepalanya penuh rasa


Ah, apalah arti rasa. Begitu katanya.
Kubuang jauh saja sang rasa. Katanya lagi.

Aku tak punya radar yang bisa menangkap gelombang rasa. Begitu katanya dengan lunglai.
Aku mati rasa. Katanya sambil membunuh rasa. 

Di balik pohon tanpa daun. Di bawah burung-burung yang terbang bersiul mesra.
Dalam 59 detik, ia bertanya : kosongkah itu?


Rawajati, 11 September 2014 | 00:08 WIB