Cinta Sarwadi Untuk Kartini

Apr 22, 2016

Cinta Sarwadi Untuk Kartini




Tahun 1983, sutradara kawakan Sjumandjaja (almarhum) menggubah film R.A. Kartini. Sebuah tawaran awal untuk menggambarkan pemikiran, kehidupan dan perjuangan tokoh pahlawan nasional Raden Ajeng Kartini. Tiga puluh tiga tahun kemudian, sutradara Azhar Kinoy Lubis mencoba memberikan penawaran lain lagi dalam membesut kisah inspiratif Kartini ke dalam layar lebar.

Melalui Surat Cinta Kartini, ia menghadirkan nostalgia tentang sosok pembela dan pejuang kemandirian perempuan pribumi itu dengan gaya fiksi yang kental, dan romantis.

Adalah Sarwadi (Chicco Jerikho), seorang pengantar surat yang kerap mengantarkan materi korespondensi antara Kartini (Rania Putrisari) dan ''dunia luar''. Ia seorang warga Jepara biasa yang bahagia minta ampun lantaran dapat kerja sebagai tukang pos. Pekerjaan itu pulalah yang secara platonis mempertemukannya dengan Kartini.

Awalnya, Sarwadi bingung dengan pendapat banyak orang yang menyebut Kartini sebagai sosok aneh lantaran keinginannya untuk mendobrak tradisi. Tapi perlahan kebingungan itu berubah jadi kekaguman demi mendapati rencana Kartini mendirikan sekolah bagi kaum Bumiputera. Ia terkesima oleh pandangan Kartini yang menganggap bahwa seorang perempuan harus terdidik agar pandai mendidik keluarga.

Dari kagum, Sarwadi bangga mencintai Kartini. Semakin bangga ketika ia mendengar keinginan Kartini untuk bersekolah di Belanda. Seperti lazimnya kisah cinta (meski kisah cinta yang ini tidak bersifat resiprokal), Sarwadi juga merasakan hancur hatinya demi mengetahui perempuan yang dicintainya dian-diam itu dilamar oleh Bupati Rembang. Sarwadi kacau balau, tak mau makan, jatuh sakit, tapi bukan semata-mata dibuat frustasi oleh cinta yang lazim, melainkan juga khawatir pernikahan itu akan menyadera mimpi dan perjuangan Kartini.

Sosok Sarwadi dalam Surat Cinta untuk Kartini ini memberikan penjelasan tentang keberpihakan sutradara kepada unsur fiktif film ini. Sarwadi bagaikan sebuah konsep pandangan masyarakat umum terhadap sosok R.A Kartini. Azhar Kinoy Lubis membungkus fiksi itu dengan catatan-catatan sejarah. Seperti diketahui, surat-surat Kartini adalah dokumen penting yang menunjukkan peran pentingnya dalam perjuangan pemberdayaan perempuan.

Pembagiannya cukup jelas. Hal-hal yang terkait dengan kejadian dalam kehidupan Kartini dan pemikiran-pemikirannya digarap dengan pendekatan historis. Itu ditopang dengan penataan artistik yang berusaha menjangkau akhir era 1800-an. Sementara itu, yang terkait dengan kekaguman, perasaan, dan kehidupan Sarwadi adalah rekaan. Intensitas rekaannya bahkan dibuat berlapis dengan kehadiran narasi dan skena berlatar kiwari dengan gambaran proses belajar mengajar pelajaran sejarah di sekolah dasar.

Bolak-balik sejarah, fiksi perasaan dan narasi sekolah itu, harus diakui, cukup berhasil membuat film ini tidak melelahkan untuk ditonton. Itu membuat Surat Cinta Untuk Kartini sebagai film yang ramah bagi penonton awam dengan pemahaman sejarah terbatas. Meski di lain sisi, hal itu berdampak pada tidak fokusnya pernyataan kekartinian yang hendak ditonjolkan.

Usaha Kinoy untuk menyampaikan pesan-pesan Kartini dengan modus tersebut terasa segar dan boleh dicatat sebagai penawaran berbeda menyambut Hari Kartini yang jatuh saban 21 April. Selain Kinoy, sutradara Hanung Bramantyo juga dikabarkan siap meluncurkan film Kartini, yang mengambil insiprasi dari tokoh yang sama. Bedanya, Hanung lebih memilih pendekatan sejarah; tepatnya masa ketika Kartini dipingit hingga menikah.

--------------------------------------------------
Dipublikasikan di Majalah GATRA - XXII-24