Pembangkit Listrik

Jul 16, 2010

Pembangkit Listrik



"Mereka tidak sadar kalau cahaya kota Bandung itu pasti akan mati,
tidak seperti cahaya bintang di langit yang akan terus bersinar."
By : Muhammad Meisa





Moko, cosmic dust, half moon, breeze.
Empat hal itu mungkin yang saya dan teman saya rasakan waktu itu. Kami datang ke salah satu bukit di kawasan Bandung Timur. Di malam hari tentunya, disaat udara terasa sangat menusuk di jari-jari tangan. 1 batang, 2 batang, 3 batang, sampai entah berapa batang. Yang pasti satu kotak yang tadinya terisi penuh, jadi hanya tinggal berisi beberapa lagi. Bermain lagu, dari Mogwai sampai Port Royal. Tebak menebak gambar apa yang dibentuk bintang-bintang di langit. Dari kupu-kupu sampai lambang Bjork. Bermain fiksi, menyambung-nyambungkan kata. Bicara ini, bicara itu. Rencana ini, rencana itu, dan semoga bukan wacana. Bertanya-tanya bagaimana rasanya melayang di luar angkasa. Layaknya orang mabok, mulut terus bergema tak henti-henti. Ini bukan romantis. Ini hanya kami, kami yang pengangguran tiada henti.

Penghuni gubuk-gubuk sebelah terus berganti-ganti. Datang dan pergi. Yang satu pergi, yang lain datang. Yang satu pergi, yang lain datang. Begitu seterusnya. Mereka hanya bertahan satu dua jam. Tidak seperti kami, bertahan dalam empat jam dengan koyakan-koyakan angin malam yang begitu menusuk kulit badan. Yah begitulah, mereka hanya datang untuk sekedar berkumpul dan bernyanyi-nyanyi. Datang untuk melihat pemandangan kota Bandung, city view lah, city light lah. Yang penting bagi mereka mungkin hanya ada sinar-sinar lampu kota. Dan teman saya pun bergumam "Mereka itu gak sadar, cahaya kota mah bisa mati suatu saat. Gak kaya sinar bintang yang bakal nyala terus."

Ya, memang, itu benar. Cahaya kota tidak bertahan lama, sama seperti diri kita. Diri kita memiliki batas. Batas apa? Entahlah batas apa, mungkin batas kekuatan. Mungkin kekuatan itu bagaikan energi listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik. Sekuat apa pembangkit listrik bagi diri kita? Entahlah, tergantung pribadi masing-masing. Yang pasti, setiap orang memiliki batas kekuatan pembangkit listrik bagi dirinya sendiri. Kalau kau bertanya padaku sekuat apa energi yang dihasilkan pembangkit listrikku. Aku jawab, kuat, bahkan sangat kuat. Sekuat daun pisang yang terus berdiri telanjang walau diterpa angin malam yang sangat menusuk. Lalu, sekuat apa pembangkit listrikmu? Dan kalian, sekuat apa energi yang dihasilkan pembangkit listrik yang kalian punya? Silahkan bercermin, dan tanyakan pada bayangan di cerminmu, sekuat apa?