Euforia Rasa

Aug 27, 2014

Euforia Rasa




Siapa sangka denyut jantung berdegup ketika kamu nyalakan api dari korekmu? Malam buram rasanya tak mengurangi semangat untuk menenggelamkan asap bersama di bawah lampu yang sengaja dimatikan.

Asap itu milik kita. Begitu juga dengan malam buram. Kita, aku dan kamu. Atau mungkin hanya aku, mungkin hanya kamu. Asapnya lincah bergerak memenuhi ruang. Ruang yang berjalan dalam waktu yang sangat singkat. Ruang yang tak pernah kupikir akan datang dalam hari-hari menuju gila. 

Ruang singkat itu, kita yang buat bukan? Sekali lagi aku bertanya. Kita? Atau hanya aku? Atau hanya kamu?

"Aku ingin berjalan 92 juta kilometer dari Bumi. Ayo, kita pergi ke Merkurius!" katamu.
"Tidak! Bawa aku ke Venus. Di sana Bumi bisa melihat kita-atauhanyaaku-atauhanyakamu dengan mata telanjang," sanggahku.
"Aku tidak ingin kita-atauhanyaaku-atauhanyakamu menjadi barang tontonan. Di Merkurius kita bisa merasa panas yang sangat panas dan dingin yang sangat dingin. Sesuai waktu yang berjalan di alamku sendiri," kamu lagi-lagi membantahku.

Begitulah kita selalunya. Bergumam sesukanya, berdebat semuanya. Bagimu kosong, bagiku penuh. Bukan debat kusir, tapi debat yang secara tak sadar muncul di titik pusat antara aku dan kamu yang berdiri berhadapan tanpa bicara. 

Kamu bilang bahwa aku tidak mengenalmu. Siapa bilang aku mengenalmu? Buktinya aku tak tahu kalau kamu ingin pergi ke Merkurius. Walaupun diam-diam, perlahan aku tahu.

Ah kawan, tapi sungguh kamu begitu manis. Seperti permen karet yang selalu kukunyah dengan rasa manisnya. Tapi memang, begitu rasa manis di permen karet itu hilang, maka akan kubuang. Aku masih ingat ketika kita-atauhanyaaku-atauhanyakamu berjalan di bawah Matahari. Matamu dan mataku sama-sama menyeringai. Tapi apa yang kita lakukan? Tertawa! Tertawa layaknya sedang menikmati komedi putar dengan alunan musiknya yang riang, pun yang tanpa sadar membuat kita mual. Tapi itu dulu, dalam ruang singkat yang mendadak eksis. Iya, dulu. Ruang singkat yang masih dipenuhi ledak tawa dan cerita.

Yang ada sekarang, adalah kita saling membungkus kepala kita dengan kantong keresek dan melipat seluruh bagian tubuh agar tak tertebak. Padahal, dulu kita sering saling pandang dalam kepolosan. Iya, dulu. Kepolosan dalam ruang singkat yang masih dipenuhi rayuan manis.

Nyatanya, kita-atauhanyaaku-atauhanyakamu membentuk ruang yang begitu singkat. Seperti rasa yang meledak sesaat, hanya dalam ruang singkat itu. Aku menyebutnya, euforia rasa. 


Now Playing:
Love Cult - Lust Undone
Terranova - Plastic Stress
Screen Vinyl Image - Night Trip



Rawajati, 27 Agustus 2014 - 3:49 AM

Maaf ini isi racauan menunggu kabar masuknya gaji bulanan. 
Selamat meracau! Selamat menikmati gaji bulanan!