Aku Gila Karena Kelamin Berwarna Merah

Dec 16, 2011

Aku Gila Karena Kelamin Berwarna Merah


Hari ini aku dibagi raport. Ibu guru bilang aku harus datang bersama orang tua. Tapi aku bingung. Ayahku dipenjara karena baru sebulan yang lalu ia ketahuan mencuri sepatu doc mart di Masjid. Selain mencuri sepatu doc mart, ia juga memperkosa seorang perempuan berjilbab yang baru menunaikan Shalat di Masjid. Ibuku masih tidur karena semalaman ia harus menemani tamunya tidur di ranjang.

Akhirnya aku menarik orang gila yang selalu bertelanjang yang biasa mangkal di depan rumahku untuk berpura-pura menjadi orang tuaku. Dan dia mau. Selama perjalanan menuju sekolah, aku perhatikan ia baik-baik. Kau tahu? Ia tidak memiliki alat kelamin. Aku kaget dibuatnya. Bagaimana bisa manusia hidup tanpa kelamin? Tapi, aku lewatkan pikiranku itu. Karena bagaimanapun, sekarang aku harus cepat sampai di sekolah untuk mengambil raportku.

Sesampainya di sekolah. Aku langsung menerima raportku. Ternyata orang gila itu pandai berakting. Akhirnya aku mendapatkan raportku. Tapi, tak kusangka raportku berwarna merah. Aku ngeri melihatnya. Aku sedih. Akhirnya aku pulang ke rumah dan berterimakasih pada orang gila tadi. Orang gila tadi melanjutkan aktivitasnya sehari-hari. Berpose seronok di depan rumahku.

Di rumah, aku bingung. Bingung karena raportku berwarna merah. Bayangkan aku sama sekali tak melihat angka di atas angka dua. Semuanya bernilai satu kota sembilan puluh sembilan. Selain itu, aku juga bingung memikirkan orang gila tadi yang hidup tanpa kelamin. Padahal orang tuaku begitu lihai memainkan kelamin-kelaminnya. Orang tuaku bejat!

Aku gundah gulana. Aku stres. Akhirnya aku putuskan untuk memotong kemaluanku. Aku ambil sebilah pisau di dapur. Lalu aku buka celana dalamku. Dan aku potong kemaluanku. Aaargh! Sakit! Sakit sekali! Akhirnya kemaluanku lepas dan kukubur di pekarangan rumah. Lalu aku lepas seluruh pakaianku. Dan aku berjalan menghampiri orang gila yang sedang berpose ngangkang di depan rumahku. Aku ingin bergabung dengannya. Akhirnya kami bersama.

Kami berkelana kesana kemari. Bersama-sama, bertelanjang. Lama-lama, aku jatuh cinta padanya. Dia berkata bahwa ia pun jatuh cinta padaku. Aku tak peduli dia laki-laki atau perempuan. Toh, kami sudah sama-sama tidak memiliki alat kelamin. Kami mencari semak-semak. Dan kami bergumul di sana. Kami saling menggesekkan badan kami, tanpa harus bermain kelamin.