Membeli Eksistensi

Nov 30, 2011

Membeli Eksistensi


Inilah aku! Lihatlah aku! Perhatikan aku!

EK-SIS-TEN-SI. Percayakah, bila ada seseorang berkata, "Aku melakukannya bukan karena menginginkan eksistensi. Aku melakukannya hanya karena ingin memuaskan diriku"? Ya, memuaskan diri atas pengakuan orang lain.

Siapa yang tidak tahu bahwa manusia adalah makhluk sosial? Siapa juga yang tidak mau diperhatikan oleh sesamanya? Manusia memanglah makhluk sosial. Ia hidup di tengah-tengah masyarakat yang terikat dengannya secara sosial. Dan sudah hal yang paling pasti, manusia selalu ingin diakui oleh orang-orang lain di sekitarnya.

Mudah kita temui pada para kaum sosialita di kota-kota besar. Betapa relanya mereka mengluarkan rupiah demi rupiah agar dirinya bisa tampil dalam sebuah acara bergengsi lengkap dengan gaun berbahan sutra yang elegan dan mahal. Ia berjalan bak ratu-ratu kecantikan, seakan-akan semua mata memandangnya. Dengan anggun, ia berjalan di karpet merah, melirik kanan dan kiri, memamerkan senyum, tak lupa kilat-kilat foto menyambar dari segala arah.

Atau juga bisa dengan mudah ditemukan di kalangan anak muda yang memanfaatkan dunia maya untuk mengejar eksistensinya, termasuk saya sendiri. Semakin eksentrik seseorang, maka semakin eksislah dia.

Tak lupa, pengakuan diri seseorang sebagai anggota dari sebuah komunitas. Saya pernah mendapati sebuah percakapan lucu dengan seorang teman yang mengaku dirinya adalah bagian dari sebuah komunitas yang cukup segmented namun memiliki nilai jual tersendiri. Nilai jual eksistensi. "Support our local scenes!", begitu kira-kira dia berkata. Dan saya menjawab, "Oke, support your local scenes, not our!". Dengan semangat empatlima, ia berteriak-teriak untuk mendukung SCENE-NYA. Sebuah scene di mana ia berada, di mana ia berkumpul dengan rekan-rekan sejawat, di mana ia mengejar eksistensinya.

Tak perlulah kita pungkiri hal itu. Sesungguhnya eksistensi adalah sesuatu yang tertanam dalam diri manusia. Bukan saja, eksistensinya di dunia, tapi eksistensinya di tengah-tengah kehidupan sosial masyarakat. Hello people, it's me! Look at me! Watch me! I can do it! Tidak ada yang salah, bukan? Karena pada dasarnya pun, manusia akan selalu membutuhkan pengakuan dari kehidupan bermasyarakatnya.

Lihatlah, aku ada di tengah-tengah kalian. Aku ingin kalian melihatku. Aku ingin kalian memperhatikanku. Akui aku! Dan jika Seno Gumira Ajidarma menjual kelas sosial, atau Djaenar Mesa Ayu menjual moral, maka saya mencari penjual eksistensi.

Tolong, saya ingin membeli eksistensi. Ada yang menjualnya?