Balada Telepon Genggam : Sebuah Refleksi Kecil Tentang Perkembangan Zaman

Dec 12, 2011

Balada Telepon Genggam : Sebuah Refleksi Kecil Tentang Perkembangan Zaman


"Mari kita adakan perkumpulan telepon-telepon genggam. Ada yang ingin saya bicarakan. Undang seluruh kaum bodoh dan kaum pintar!" ujar salah seorang dari kaum 'bodoh'.

MALAM itu dilaksanakan Kongres Telepon Genggam. Seluruh telepon genggam berkumpul di atap salah satu rumah mewah milik bangsawan terkemuka masa kini. Bukan tanpa alasan. Mereka para telepon genggam dari kaum 'bodoh' sudah cukup jengah dengan bermunculannya telepon-telepon genggam dari kaum 'pintar'. Bukan hanya karena kebermunculannya, tapi karena banyak manusia yang lebih memilih untuk memakai manfaat telepon genggam dari kaum 'pintar'.

"Wahai kalian para telepon genggam dari kaum 'pintar', apa tujuan dari kebermunculan kalian saat ini? Kalian tahu, tidak sedikit dari kami yang akhirnya dilupakan. Tidak sedikit pula dari kami yang pada akhirnya hanya menjadi sampah, menjadi rongsokan yang dipampang di etalase-etalase pinggir jalan", ujar salah satu telepon genggam dengan penuh semangat. Para perwakilan telepon genggam dari kaum 'pintar' masih berdiam diri. Mungkin mereka merasa lebih hebat, sehingga terlihat pongah. "Ya, pada akhirnya kami dipaksa mati!" teriak salah satu telepon genggam dari kaum 'bodoh' yang lain. Ia begitu berapi-api. Memang benar, mereka dipaksa mati. Karena sang pemilik sebelumnya telah menjualnya kepada bapak-bapak di pasar loak.

"Hahaha kalian iri kan kepada kami? Memang sudah sepatutnya begitu. Hey, ini namanya perkembangan zaman. Tidak ada yang tidak mungkin saat ini. Dengan kami, manusia akan mendapatkan berbagai macam kemudahan dalam hal memperoleh informasi", jawab salah satu telepon genggam dari kaum 'pintar'.

Harus diakui, dengan adanya para telepon genggam dari kaum 'pintar', manusia lebih dipermudah dalam hal mendapatkan informasi. Hanya dengan memanfaatkan layar lebarnya, manusia bisa berjalan-jalan keliling dunia. Atau, manusia juga tidak perlu lagi membeli pulsa untuk mengirim pesan. Banyak paket yang ditawarkan. Namun, telepon genggam dari kaum 'pintar' terlalu membabi buta. Tidak jarang juga dari mereka yang pada akhirnya membuat manusia semakin bodoh. Ya, telepon pintar yang memperbodoh manusia.

"Apa kau bilang? Perkembangan zaman? Perkembangan zaman yang membuat manusia semakin bodoh dan tak mau berusaha?" tanya salah satu telepon genggam dari kaum 'bodoh'. Tidak mau berusaha, seperti halnya seseorang yang malas berjalan kaki karena merasa saat ini sudah ada sepeda motor yang tinggal dinyalakan lalu kita bisa bebas pergi kemana saja, bahkan dalam jarak seratus meter sekalipun. Ah, betapa malasnya manusia-manusia saat ini. "Bukannya tidak mau berusaha. Tapi, kalau memang ada cara lain yang lebih mudah, mengapa kita harus mencari cara lain yang lebih susah?" jawab salah satu telepon genggam dari kaum 'pintar' dengan tenang. Seakan-akan semakin bangga akan segala kelebihan yang dimilikinya.

Zaman memang akan terus berkembang. Peradaban juga akan berjalan maju. Itu sudah menjadi aturan alam. Semakin banyak ilmuwan-ilmuwan hebat, semakin banyak juga orang gila yang bertebaran di jalanan. Semakin juga para manusia dihipnotis oleh segala produk dari perkembangan zaman. Semakin juga para manusia dibuat gila olehnya.

Dunia ini memang sudah gila. Korban berjatuhan dalam rangka memperebutkan barang hasil perkembangan zaman dengan harga miring. Bocah-bocah yang belum tahu apa-apa pun sudah dengan bangganya menggenggam telepon genggam pintar. Sementara di samping itu, masih banyak rakyat yang meronta-rontah pedih di perkampungan kumuh. Masih banyak anak-anak kecil yang harus rela bergumul dengan kerasnya kehidupan di jalan. Mereka tidak bisa menikmati manfaat dari sebuah produk hasil perkembangan zaman.

Kontradiksi bukan? Lalu, apakah perkembangan zaman atau sebut saja perkembangan teknologi hanya dapat dinikmati oleh mereka-mereka yang berduit?