Negeri Barbar

Dec 21, 2011

Negeri Barbar


Aku ada di mana? Apa-apaan ini? Di sini begitu gersang! Kenapa di sini banyak darah? Lihat di ujung sana, ada lemari kecil yang terbuka. Di dalamnya banyak benda-benda tajam. Ada pisau, ada belati, ada pedang, ada tombak, dan ada golok. Lihat juga di belakang, ada kepala-kepala manusia bersimbah darah bergelantungan. Dan di depannya, ada ban yang baru saja terbakar. Baunya gosong!

Lihat juga di gerobak itu! Ada tubuh yang gosong termakan ganasnya api. Tubuh gosong itu hancur lebur. Organ-organ tubuhnya bercucuran keluar. Ususnya menjalar melingkari gerobak. Hei, lihat lagi di sebelah! Ada baju seragam berwarna hijau dan abu, di atasnya ada senapan yang kehabisan peluru. Dan di depannya, ada topi camping petani yang tampak lelah menahan teriknya matahari. Mereka saling bertatap panas. Ada amarah di dalamnya. Apakah mereka akan beradu? Mungkin.

Ah apalagi ini yang kulihat! Ada pedang berlilit kain sorban. Lihat mata pedangnya yang tersimpan di sela-sela kain sorban yang robek. Matanya seperti mengamuk pada tubuh-tubuh beku yang sedang duduk di hadapan patung-patung. Matanya juga mengamuk pada gambar wanita berkepala kelinci yang tanpa sehelai kain di tubuhnya. Dan ini, ini lagi.. Ada jenggot yang berterbangan, ia terbang melawan merpati putih. Mengapa ada perang antara jenggot dan seekor burung?


"Aku ada di mana?"
"Kau ada di tanah kelahiranmu. Negerimu tercinta."

Apa dia bilang? Negeriku tercinta? Tanah kelahiranku? Yang aku tahu, tanah kelahiranku ada Negeri yang begitu indah. Terdiri dari pulau-pulau yang tersusun dengan cantik. Yang di dalamnya terdapat keunikan tersendiri.

Benarkah ini tanah kelahiranku? Bukankah tanah kelahiranku adalah sebuah Negeri yang damai? Yang orang bilang, bhineka tunggal ika, berbeda-beda namun tetap satu. Di tanah kelahiranku terdiri dari berbagai macam suku dan agama dengan kebudayaannya masing-masing. Mereka berbeda, namun mengapa sekarang perbedaan bagaikan momok yang mengerikan? Seperti perang antara jenggot dan burung merpati putih.

Benarkah ini tanah kelahiranku? Bukankah tanah kelahiranku adalah sebuah Negeri yang damai? Yang orang bilang, gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo. Negeriku adalah Negeri yang kaya. Negeri yang subur, makmur, dan sentosa. Jika dilihat dari atas, Negeriku adalah Negeri yang hijau. Namun, kemana arahnya hijau? Kemana pohon sawit yang turut menghiasi lukisan Negeri ini? Mengapa sekarang pohon-pohon itu telah berubah menjadi pohon besi, pohon industri yang juga ikut melahap ketentraman masyarakatnya?

Tapi mengapa dia bilang bahwa ini adalah tanah kelahiranku, Negeriku tercinta? Apa aku memang lahir di Negeri di mana orang-orang haus akan rasa perikemanusiaan? Apa aku memang lahir di tanah gersang yang banal ini? Oh ya? Bahkan aku pun baru tahu.

"Benarkah? Sungguh, aku tak pernah meminta dilahirkan di Negeri yang banal ini."