MAU PINTAR? HARUS KAYA!

Sep 23, 2008

MAU PINTAR? HARUS KAYA!


Seiring berkembangnya zaman, untuk masuk ke universitas negeri makin kesini makin aneh saja. Mungkin kita sekarang sudah tau sendiri, setiap universitas negeri di Indonesia sekarang berlomba-lomba mengadakan Ujian Saringan Masuk, yang berbeda dengan SPMB atau mungkin biasa disebut dengan jalur khusus. Apakah itu bagus? Yah mungkin bagus untuk orang yang mampu, tapi tidak bagus untuk orang yang tidak mampu yang ingin berkuliah meneruskan pendidikannya.
Contohnya saja, saya tahu ada seorang mahasiswa yang pada tahun ini berhasil duduk di perguruan tinggi negeri, dengan mengikuti jalus khusus, dan dengan bayaran sebesar Rp 500.000.000,- Hey, bisa dilihat sendiri kan? Sekarang semua orang bisa saja dengan mudahnya duduk di perguruan tinggi favorit hanya dengan mengeluarkan uang beratus-ratus juta rupiah. Mungkin untuk sebagian orang yang mampu itu memang gampang, tapi bagaimana dengan nasib teman-teman yang tidak mampu tapi dia ingin meneruskan kuliahnya duduk di perguruan tinggi negeri?
Saya mendapatkan info dari seorang teman saya yang mengikuti SPMB salah satu perguruan tinggi di Jakarta, bahwa kursi yang disediakan di fakultas yang dia inginkan yang melewati jalus SPMB itu hanya sekitar puluhan orang. Lalu kemana sisanya? Yap, sisanya adalah mereka-mereka orang yang mampu membayar berapapun untuk duduk di perguruan tinggi tersebut.
SunggUh malang nasib teman-teman yang bias dibilang kurang mampu. Mereka harus berjuang mengikuti ujian SPMB yang bisa dibilang sangat susah, dan hanya disediakan sedikit kursi. Apakah pemerintah tidak pernah memikirkan mereka yang kurang mampu? Apakah pemerintah hanya memikirkan uang, uang, dan uang? Saya ridak tahu pasti akan hal itu. Cuma mungkin kita sudah bias menebak sendiri dari apa yang telah terjadi di Indonesia ini.
Kalau menurut logika, dengan uang yang mahal berarti fasilitas di perguruan tinggi tersebut pun harus “mahal” juga. Tapi buktinya yang terjadi, tidak usah jauh-jauh, di kampus saya saja, fasilitas masih tetap seperti itu. Tidak ada yang berubah dan tidak ada yang istimewa. Padahal sejak tahun 2007, mahasiswa yang duduk di kampus saya adalah orang-orang yang mengikuti jalus khusus tersebut, yang pasti mereka membayar cukup mahal untuk bisa duduk di kampus posyandu itu. Saya beruntung dilahirkan terlebih dulu, jadi saya tidak perlu merepotkan orang tua. Tapi apa yang ada di kampus saya itu? Tidak ada satupun fasilitas untuk praktek perkuliahan yang tersedia disana. Bahkan untuk praktek pun, kita harus pergi ke kampus pusat yang berada nun jauh disana. Para pejabat-pejabat kampus hanya bisa berbicara, tidak bisa membuktikan. Entah apa yang terjadi, tapi yang saya dengar memang birokrasi dari pejabat-pejabat yang lebih atas lagi yang memang dipersulit. Saya tidak tahu pasti, tapi setahu saya, uang mahasiswa itu dipegang oleh universitas atau kampus pusat yang nun jauh disana, uang itu tidak dipegang langsung oleh kampus saya.
Saya sebagai mahasiswa hanya mengeluarkan unek-unek saya saja. Saya hanya kasihan pada mereka orang-orang yang bisa dibilang kurang mampu, padahal mereka sangat ingin sekali bisa duduk di perguruan tinggi negeri. Karena biaya perguruan tinggi biasanya lebih murah daripada biaya untuk duduk di perguruan tinggi swasta. Tapi kenyatannya sekarang, negeri dan swasta sama saja, tidak ada bedanya. Bahkan mungkin negeri lebih “gila-gilaan” disbanding swasta.
Saya hanya bisa berharap, tolong pemerintah lebih berpikir lebih jernih lagi. Jangan egois yang dipentingkan, tapi pikirkan juga rakyatnya. Katanya ingin rakyatnya sejahtera, bagaimana bisa sejahtera kalau pemerintahnya saja begini?