Perempuan di Titik Nol (Nawal El Saadawi) : Perempuan Sadar dan Melawan

Jun 1, 2013

Perempuan di Titik Nol (Nawal El Saadawi) : Perempuan Sadar dan Melawan




Permasalahan gender adalah permasalah yang tak pernah tampak usang untuk dibicarakan. Penindasan terhadap perempuan kerap menjadi salah satu isu yang seringkali diteriakan mereka para kaum feminis. Salah satunya adalah kisah dalam novel "Perempuan di Titik Nol" karya Nawal El Sadaawi. 


Adalah Firdaus, seorang perempuan cerdas dengan masa kecil yang menyedihkan dan memutuskan untuk menjadi seorang pelacur ketika dewasa. Berbagai penindasan yang diberikan oleh kaum lelaki kepadanya dikisahkan di sini. Baginya semua perempuan adalah korban penipuan yang dipaksakan. Bahkan seringkali hingga tertindas sampai ke tingkat yang terbawah. 



Dalam perjalanannya sebagai pelacur yang berganti-ganti nasib, terdapat suatu titik ketika Firdaus merasa sangat terhormat dengan segala kemewahan dan kebebasan yang dimilikinya. Hingga akhirnya kemewahan itu menjadi congkak seketika ketika seseorang berkata padanya bahwa ia adalah seorang perempuan tidak terhormat yang melayani setiap "pasien"nya seperti Dokter. 



Setelah segala penindasan yang didapatnya, pada akhirnya Firdaus memutuskan untuk menjadi seorang pelacur terhormat. Ya, terhormat dengan sebuah perlawanan. Ia menancapkan sebuah pisau pada leher seorang germo yang telah mengintimidasinya. Sampai akhirnya ia membuat pengakuan dan ditahan oleh polisi. Sempat ada kesempatan untuk bebas bagi Firdaus, namun ia terang-terangan menolaknya.



"Saya lebih suka mati karena kejahatan yang saya lakukan daripada mati untuk salah satu kejahatan yang kau lakukan. Ketika saya membunuh. Saya lakukan hal dengan kebenaran bukan dengan pisau. Kebenaran saya itulah yang menakutkan mereka. Kebenaran yang menakutkan ini telah memberikan kepada saya kekuatan yang besar"



Masalah kebudayaan masyarakat Arab dewasa ini adalah permasalahan inti yang diangkat dalam "Perempuan di Titik Nol". Budaya patriarki begitu mendominasi dalam setiap sendi-sendi kehidupan. Suara-suara perempuan dibungkam begitu rupa atas nama tradisi dan agama. Perempuan seolah menduduki posisi terendah dalam sebuah kehidupan. Bahkan tanpa ragu-ragu, Nawal El Sadaawi menyamakan status para istri di Arab dengan seorang pelacur, bahkan lebih buruk.



Menurut el-Saadawikaum perempuan tidak akan terbebaskan dari sistem patriarki kecuali dari diri mereka sendiri yang mulai mengubahnya dan berusaha untuk mengangkat harkat dan martabatnya dengan mengusung gagasan perubahan dan modernisasi.



Lewat Firdaus, Saadawi menunjukkan bentuk protesnya secara lantang akan penindasan yang dirasakan kaum wanita di Mesir. Hal tersebut dinyatakan dengan sikap Firdaus yang merasa bahwa menjadi pelacur adalah pekerjaan yang lebih baik ketimbang menjadi istri yang tertindas. Sindiran tersebut juga jelas terlihat dari kerinduan Firdaus pada tali gantungan yang akan mengakhiri hidupnya. Ia menerima hukum mati yang dijatuhkan kepadanya ketimbang menerima grasi dari presiden karena enurutnya ini adalah jalan menuju kebebasan sejati.